Filsafat Inteligen
Abstract
AM Hendropriyono 2021,
Filsafat Intelijen. Sebuah Esai ke Arah Landasan Berpikir, Strategi, serta Refleksi Kasus-kasus Aktual,
Jakarta: PT Hedropriyono Strategic Consulting.
Bagi seorang "filosof emeritus" ("filosof afkiran") seperti penulis buku Hendropriyono menarik karena menjadi kelihatan bagaimana seorang 0tokoh yang profesinya jauh dari filsafat dapat memanfaatkan pendekatan filosofis. Yang dimaksud Hendropriyono dengan "filsafat Intelijens" memang bukan filsafat seperti filsafat moral atau filsafat politik atau filsafat manusia. Melainkan filsafat sebagai cara seorang tokoh inteligens Indonesia menjalankan tugasnya, mengumpulkan pengetahuan tentang ancaman-ancaman tersembunyi yang dihadapi suatu negara, dalam kasus ini, Indonesia. Dalam definisi Hendropriyono: "Filsafat intelijen memahami keamanan sebagai suatu kebebasan dari bahaya yang mengancam personal, informasi, komunikasi, pernaskahan fisik dan non-fisik serta lingkungan hidup manusia" h. 103). Hendropriyono memperlihatkan bagaimana ketajaman filosofis dapat membantu melihat realitas dari pelbagai segi, menghindar misalnya dari tiga sikap keliru klasik yang sudah diangkat oleh para filosof Yunani, sofisme, paralogisme dan sikap echolalian (h. 56), sadar akan perangkap logical fallacies seperti argumentasi ad hominem, sikap latah (bandwagon), kesimpulan yang tergesa-gesa (hasty generalization), menganggap A disebabkan B hanya karena terjadi sesudah B (post hoc, bukan propter hoc), dikotomi keliru, circular reasoning dan membiarkan diri dibawa sesat karena mengikuti suatu red herring (h. 133 s.). Pendekatan filosofis akan membuat was-was terhadap "pemikrian konspirasi", informasi top-down dan hoaks.
Dalam bukunya Hendropriyono membawa pendekatan filosofis itu pada kejadian-kejadian di dekade-dekade terakhir. Msalnya Arab spring dengan pergolakan-pergolakan luar biasa yang mengikutinya: Mesir dengan semangat demokrasi yang justru membawa Ikhwanul Muslimen ke puncak kekuasaan, hanya untuk kemudian digulingkan oleh Jendral Siwi dengan dukungan Al Azhar dan Gereja Koptik. Kekacauan luar biasa di Siria dan Irak di mana Amerika Serikat mendukung gerakan demokratis dengan harapan bisa menggulingkan diktator Bashar al-Assad, hanya untuk akhirnya malah menjadi pendukung ISIS - yang menyingkirkan gerakan demokratis - karena Assad didukung oleh Rusia dan Iran. Sebelumnya Amerika Serikat juga dengan logika kepentingannya membuat kacau Haiti: Sesudah Amerika mendukung Jean-Bertrand Aristide, presiden pertama Haiti yang dipilih secara demokratis, yang menggantikan diktator "Baby Doc" Duvalier, tetapi karena Aristide dianggap terlalu kiri, Amerika mendukung penggulingannya; sampai sekarang Haiti kacau. Dan ada contoh logical dan political fallacies lain yang dianalisa, misalnya perang proxy di Afganistan.
Tentu Hendropriyono juga memakai pendekatan filsafat untuk melihat pekembangan di Indonesia. Amendemen UUD 1946 pasca reformasi, masalah Papua, gejala populisme, keberhasilan deradikalisasi seperti misalnya terwujud dalam Pondok Pesantren Al-Zaitun. Sama dengan alm. Romo Nikolaus Drijarkara Hendropriyono menunjukkan bahwa "Sila Pancasila yang Ke II, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, merupakan landasan bagi implementasi seluruh sila-sila dalam Pancasila" (142).
Tentu ada juga beberapa kesalahan. Perang Napoleon tentu berlangsung di abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 (h. 29), Hitler berkuasa di Jerman tahun 1933 (h. 38), demonstrasi dua Desember (212) terjadi di tahun 2017, bukan 2016 (56), dan PD II bukannya diadakan untuk menjatuhkan Hitler, melainkan yang memulainya memang Hitler (146).
Buku ini sekaligus membuat pembaca paham bagaimana Hendropriyono melihat realitas politik, baik di Indonesia maupuan situasi internasional. Ia bermaksud menunjukkan bagaimana "kacamata" filsafat membantu untuk memahami apa yang terjadi dalam dimensi politik, dimensi utama yang mau dilindungi dari kejahatan oleh aparat inteligence. Suatu buku yang cukup khas.
Franz Magnis-Suseno
DISKURSUS applies the Creative Commons license (CC BY). We allow readers to read, download, copy, distribute, print, search, or link to the full texts of its articles and allow readers to use them for any other lawful purpose. The author must be aware that the article copyrights will be fully transferred to DISKURSUS if the article is accepted to be published in the journal. Once the manuscript has been published, authors are allowed to use their published article under DISKURSUS copyrights. Full information about CC BY can be found here: https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/