Armada Riyanto, CM Katolisitas Dialogal: Ajaran Sosial Katolik Yogyakarta: P.T. Kanisius 2014, 328 hal

  • Franz Magnis-Suseno Program Pascasarjana, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

Abstract

Berikut  ini diperkenalkan tiga  buku yang  ditulis oleh  para  dosen Sekolah  Tinggi  Filsafat  dan  Teologi  Widya  Sasana  di  Malang tentang bagaimana Gereja Katolik  perlu menempatkan diri dalam ruang publik Indonesia.

 

Fokus  buku pertama, tulisan Prof.  Dr.  Armada Riyanto  (2014), adalah ajaran  sosial  Gereja  Katolik,  jadi  ajaran  mengenai bagaimana Gereja  Katolik  memahami panggilannya dalam masyarakat yang sekaligus menjadi ruang publiknya. Sepintas alur  buku ini dapat mem- bingungkan karena penulis suka  melancong ke pelbagai bidang sam- pingan, apalagi ia tidak  menjelaskan susunan bukunya. Namun kekaya- an  buku ini  justru  terletak dalam luasnya acuan,  penjelasan pelbagai latar belakang, serta perhatian pada konteks-konteks ajaran sosial Gereja yang  diangkat penulis. Dengan demikian pembaca dibantu  dalam mencari bagaimana umat Katolik  Indonesia dapat memberikan sum- bangannya bagi  bangsanya dalam segala  pergulatannya.

Bagian  kedua, mulai  dari  bab ke-10, memasuki situasi  umat Katolik  Indonesia sebagai minoritas yang sepertinya masih  “kurang memiliki” (187). Bertolak  dari  catatan bahwa waktu Congregatio Missionis (Romo-romo CM) mengam-bil alih wilayah Jawa  Timur  dari  romo-romo Yesuit  hanya ada  40 umat Katolik  Jawa tercatat (hal.  203), bab  11 menjelaskan kesulitan yang  dialami Gereja Katolik sejak dari permulaan abad ke-19 dalam bergiat di Hindia Belanda. Namun kemudian dijelaskan bagaimana orang  Katolik  Jawa, di antara- nya Pak Kasimo, sebelum Kemerdekaan sudah berjuang sebagai nasionalis Indonesia tulen.  Bagian  ketiga,  dimulai dari  bab  12, membahas sifat dialogal ajaran  sosial  Gereja  dalam pelbagai dimensi. Bahwa  iman  dan teologi  Gereja  secara  hakiki  bersifat  dialogal merupakan kesadaran teologis  (dan  sosiologis) baru.  Daripada hanya berpegang teguh pada suatu ajaran  yang  sudah membatu menjadi tradisi, lalu  dibawa begitu saja ke dalam dunia, Gereja menyadari bahwa iman  maupun teologinya selalu  bergerak dalam medan masyarakat di mana  Gereja  berhadapan dengan segala  macam pemikiran dan  tanta-ngan. Dengan sifat dialogal dimaksud bahwa iman  dan teologi  Gereja mau tak mau  terwujud dalam menghadapi tantangan-tantangan itu.

Kekuatan buku Prof.  Armada ini adalah bahwa ia menempatkan ajaran  sosial  Gereja  yang  pokok-pokoknya sudah sering  diuraikan ke dalam pelbagai konteks, dengan implikasi-implikasi dan  acuan  pada pelbagai pengalaman Gereja.  Pembaca menemukan banyak petunjuk bagaimana ajaran  sosial  Gereja  Katolik  dapat menjadi inspirasi bagi umat Katolik Indonesia. Ada juga beberapa kelemahan. Tidak ada daftar nama.  Dan  barangkali cakupan uraiannya terlalu luas.  Misalnya uraian panjang lebar  tentang paham Platon  dan  Aristoteles tentang keadilan sebenarnya kurang relevan, begitu pula  uraian tentang perkembangan pemikiran filosofis  tentang demokrasi. Padahal pertanyaan  sangat relevan, yang  muncul di  banyak negara, bagaimana sebuah minoritas berpartisipasi dalam sistem  demokrasi tidak  didiskusilan. Mengapa fungsi  suatu Partai  Katolik  di Indonesia tidak  diangkat, padahal seku- rang-kurangnya sudah tiga  kali menjadi debat  besar  dan  panas dalam umat Katolik  Indonesia: 1960 di  zaman demokrasi terpimpin, 1971 sesudah pemilihan umum pertama di bawah presiden Suharto, dan 1999 di  masa  reformasi. Betul,  persepsi “kemiskinan struktural”  dibuka dengan Rerum Novarum (h. 24), tetapi istilah  itu sendiri tidak  ditemukan di dalamnya, melainkan berasal dari teologi pembebasan. Karena penulis menganggap “pluralisme” tak  punya arti  di  luar  “pluralitas,” penulis tidak  masuk ke dalam kontroversi tajam  tentang pluralisme di Indone- sia. Fatwa  MUI tentang pluralisme tidak  didiskusi-kan. Uraian panjang tentang pendidikan Katolik  yang  sangat optimis tinggal normatif. Padahal dalam kenyataan Gereja  Katolik,  juga  di  Indonesia, biasanya justru  mempertahankan  pegangan eksklusif atas  pendidikan. Dalam kaitan ini  seharusnya penolakan UU Sisdiknas — dengan keharusan memberikan pelajaran agama kepada para  siswa  sesuai  dengan agama mereka — oleh sebagian besar penanggap Katolik didiskusikan. Namun kekurangan-kekurangan ini tidak  menghilangkan bahwa buku ini amat memperkaya pustaka Katolik  berbahasa Indonesia tentang panggilan Gereja,  juga  panggilan Gereja  Indonesia, dalam masyarakat (Franz Magnis-Suseno,  Guru Besar Ilmu Filsafat Emeritus, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara,  Jakarta).

 

 

Author Biography

Franz Magnis-Suseno, Program Pascasarjana, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

Guru Besar Ilmu Filsafat Emeritus

Published
2018-04-09
How to Cite
Magnis-Suseno, F. (2018). Armada Riyanto, CM Katolisitas Dialogal: Ajaran Sosial Katolik Yogyakarta: P.T. Kanisius 2014, 328 hal. DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA, 17(1), 137-139. https://doi.org/10.36383/diskursus.v17i1.186

Most read articles by the same author(s)