Seumas Miller, Peter Roberts, Edward Spence, Corruption and Anti-Corruption: An Applied Philosophical Approach, New Jersey: Pearson Education, Inc., 2005, xviii + 232 hlm.
Abstract
Adalah hal yang lumrah bila dalam tiga dasa warsa terakhir ini muncul minat yang semakin tinggi terhadap kajian dan seluk-beluk korupsi mengingat berbagai kerusakan yang ditimbulkannya. Bahkan, topik korupsi menjadi agenda internasional para ahli politik dan pembuat kebijakan. Kendati demikian, literatur kajian mengenai korupsi dalam tradisi filsafat masih dapat dikatakan minim.
Oleh karena itu, kajian filsafat terapan mengenai korupsi yang dilakukan oleh Seumas Miller, Peter Roberts, dan Edward Spence layak diapresiasi. Dalam buku ini, para penulis (selanjutnya akan disingkat menjadi Miller, dkk.) menegaskan bahwa korupsi merupakan suatu spesies imoralitas (hlm. xvi). Melalui titik pijak tersebut, Miler dkk. memperlihatkan perbedaan kerangka konseptual yang halus antara korupsi dan tindakan imoralitas lainnya. Dengan kata lain, tindakan korupsi sudah pasti merupakan perbuatan imoral, tetapi tidak semua perbuatan imoral adalah tindakan korupsi.
Dengan menempatkan persoalan korupsi pada ranah moralitas, Miler dkk. seakan menegaskan bahwa korupsi adalah suatu gejala khas manusiawi dan dilakukan secara sadar. Hal ini diungkapkan secara eksplisit oleh Miller dkk. Mereka mengstakan bahwa tindakan korupsi adalah laku kebiasaan yang salah secara moral, dan karenanya tidak didorong oleh keyakinan sejati yang benar secara moral (hlm. 13).
..................
Berdasarkan uraian-uraian yang cermat dan halus mengenai korupsi, Miller dkk. juga memaparkan lokus tanggung jawab moral untuk memerangi korupsi. Secara detail, paparan tersebut diuraikan dalam bab ke-6 hingga ke-10 yang memuat berbagai alternatif untuk menghadapi korupsi, seperti pengembangan sistem-sistem antikorupsi, peran “peniup peluit” (whistleblower), pranata yuridis, serta mekanisme hukuman yang sesuai dengan teori keadilan yang bersifat memulihkan (restorative theory of justice).
Bagi Miller dkk., berbagai pertimbangan tindakan antikorupsi yang ditawarkannya harus dilandaskan pada tanggung jawab moral. Pendasaran ini konsisten dengan kerangka konseptual yang diajukan pada bagian awal buku ini: bahwa korupsi merupakan persoalan moral. Mereka juga menegaskan bahwa tanggung jawab moral tersebut bersifat kolektif (hlm. 211). Tidak hanya itu, sistem antikorupsi yang digagas juga perlu bersifat menyeluruh: berupa pengembangan unsur-unsur reaktif maupun preventif sekaligus (hlm. 156).
Miller dkk. juga berharap bahwa pranata yuridis dan mekanisme hukuman seharusnya dapat menentukan inti dari sistem keadilan dengan mengambil inspirasi pemikiran politik yang dikembangkan dari tradisi filosofis Aristoteles, John Locke, David Hume, Imanuel Kant, dan John Stuart Mill. Selain itu, baik pranata yuridis mapun mekanisme hukuman diharapkan dapat berperan untuk memulihkan (mengintegrasikan) kembali hal-hal yang korup (rusak) pada masyarakat dan sekaligus menghalau korupsi dari masyarakat.
Melalui rangkaian paparan buku tersebut, kajian Miller dkk. mengenai korupsi dan antikorupsi merupakan masukan yang berharga dari tradisi filsafat, khususnya filsafat moral. Hal ini sangat berguna untuk mengembangkan kajian korupsi serta antikorupsi secara mendalam dan serius dalam konteks kekinian. (Yulius Tandyanto, Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).
DISKURSUS applies the Creative Commons license (CC BY). We allow readers to read, download, copy, distribute, print, search, or link to the full texts of its articles and allow readers to use them for any other lawful purpose. The author must be aware that the article copyrights will be fully transferred to DISKURSUS if the article is accepted to be published in the journal. Once the manuscript has been published, authors are allowed to use their published article under DISKURSUS copyrights. Full information about CC BY can be found here: https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/