Al Gore, Our Choice: Rencana untuk Memecahkan Krisis Iklim, Terjemahan: Hardono Hadi, Yogyakarta: Kanisius, 2009, 248 hlm.
Abstract
Masalah lingkungan hidup yang luas dan kompleks makin hari makin difokuskan pada krisis iklim sebab banyak sisi masalah itu akhirnya berujung ke situ. Krisis iklim perlu dipandang sebagai masalah hidup atau mati. Maka sangat berarti bahwa Al Gore, seorang Kristen Baptis, mengawali bukunya dengan mengutip tawaran Musa, “Kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu” (Ul 30:19). Lewat bukunya, Our Choice, Al Gore berusaha meyakinkan sidang pembaca yang luas tentang pilihannya sendiri yang sudah mantap.
Dalam pendahuluan (hlm. 10-29) Gore membunyikan lonceng bahaya yang sedang mengancam bumi, bukan untuk melumpuhkan pembaca dalam ketakutan, tetapi untuk memperlihatkan bahwa situasi ini merupakan kesempatan unik bagi umat manusia, lintas bangsa dan lintas bidang, untuk secara global memecahkan sejumlah masalah yang memang dápat dipecahkan. Nadanya adalah optimis, kendati ia me- nyadari bahwa kebanyakan orang masih harus disadarkan dan di- gerakkan, dan—lebih buruk—tetap ada skeptisi yang meremehkan krisis ini.
Dalam bab 1, “Yang Naik Harus Turun,” Gore menjelaskan bagai- mana pemanasan bumi disebabkan oleh aneka macam polutan (pelbagai macam karbon, juga metana, dan nitrus oksida) yang kita sendiri naikkan ke atmosfir dengan menggunakan sumber-sumber energi yang mudarat dalam industri, transportasi, pertanian, dan seterusnya. Maka dalam bab 2-8 dibicarakan pelbagai sumber energi. Energi sekarang kebanyakan masih berkaitan dengan bahan bakar fosil (batu bara, minyak, gas alam) yang merupakan sebab utama polusi udara dan atmosfir. Juga kebanyak- an pembangkit listrik masih menggunakan batu bara. Sebagian emisi karbonnya sesungguhnya secara teknologi dapat ditangani dengan menyimpannya di bawah tanah tetapi selama ini teknologi yang sudah tersedia tidak diterapkan oleh perusahaan manapun. Alternatif-alter- natifnya, diuraikan dalam beberapa bab berikutnya. Cahaya matahari dapat menghasilkan listrik, baik secara langsung (fotovoltaik) maupun tidak langsung dengan memanaskan air yang uapnya dapat meng- gerakkan generator listrik. Begitu juga sumber daya panas bumi dapat menghasilkan uap yang dibutuhkan untuk menggerakkan turbin-turbin pembangkit listrik. Turbin-turbin itu dapat juga digerakkan oleh sumber daya angin melalui kincir angin. Ketiganya secara teknis sudah sangat mungkin tetapi belum cukup menerima investasi dari dunia usaha atau pun pemerintah. Sebaliknya, energi biomassa sudah lebih banyak di- kembangkan, juga dengan maksud untuk mengurangi CO2 tetapi biofuel dari biomassa, khususnya kalau dari tanaman pangan, kini banyak dipermasalahkan dan akan perlu diatur dengan lebih ketat. Begitu juga tenaga nuklir yang setelah Perang Dunia II menjadi andalan baru untuk kebutuhan listrik, kini sarat dengan berbagai macam problem (mahalnya konstruksi, risiko bencana, kesulitan menyimpan limbahnya, ketakutan akan proliferasi senjata nuklir) sehingga perkembangannya kini makin macet.
DISKURSUS applies the Creative Commons license (CC BY). We allow readers to read, download, copy, distribute, print, search, or link to the full texts of its articles and allow readers to use them for any other lawful purpose. The author must be aware that the article copyrights will be fully transferred to DISKURSUS if the article is accepted to be published in the journal. Once the manuscript has been published, authors are allowed to use their published article under DISKURSUS copyrights. Full information about CC BY can be found here: https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/