Armin Kreiner, Jesus, UFOs, Aliens Außerirdische Intelligenz als Herausforderung für den christlichen Glauben, Freiburg/ Basel/Wien: Herder 2010, 218 hlm.
Abstract
Belum begitu lama dua buah berita menggoncangkan dunia (astro-fisika). Yang pertama, CERN, Pusat penelitian atom di Geneva, yang dalam dua eksperimen berturut-turut menemukan bahwa neutrino (bagian mikro paling kecil) bergerak dengan kecepatan sedikit melampaui kecepatan cahaya. Yang kedua, pada minggu kedua Januari yang lalu pengamatan astronomis mutakhir menengarai bahwa dalam Bimasakti kita rata-rata setiap dari 10 milyar bintangnya mempunyai sekurang-kurangnya satu planet yang mirip dengan planet kita, bumi.
Berita pertama begitu dahsyat sehingga para ahli fisika yang membuat eksperimen itu belum mau mempercayainya, karena kalau amatan mereka betul, salah satu pilar fisika modern—teori relativitas khusus Einstein— runtuh. Sebuah revolusi baru dalam fisika. Salah satu implikasinya: kemungkinan menjalin komunikasi dengan extraterrestrial intelligence (ETI)—kalau ada—bertambah besar.
Berita kedua lebih dahsyat lagi implikasinya. Sampai sekarang banyak astronom berpendapat bahwa probabilitas terjadinya planet dengan ciri-ciri seperti bumi adalah sedemikian kecil sehingga tidak mustahil kalau manusia merupakan satu-satunya makhluk berakal-budi di alam raya. Tetapi kalau di Bimasakti kita saja—satu di antara (diperkirakan) 1011 Bimasakti di seluruh alam raya—terdapat 10 milyar planet mirip bumi, adanya makhluk berakal budi di luar bumi (aliens) merupakan kemungkinan kuat.
Dua penemuan ini mengangkat salah satu tantangan paling serius bagi teologi Kristiani: kalau ada makhluk berakal budi di tempat lain di alam raya, apa implikasinya bagi inti iman Kristiani, peristiwa Yesus Kristus? Apakah mereka juga perlu ditebus dari dosa? Dan kalau perlu, apakah karya penebusan Yesus juga berlaku bagi mereka? Kalau penyelamatan ilahi di planet-planet tidak berkaitan dengan Yesus Kristus, apa Yesus Kristus masih mempunyai relevansi universal dalam rencana penyelamatan ilahi?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukanlah pertanyaan iseng-iseng, melainkan menyangkut hakikat iman Kristiani. Persis masalah inilah yang dibahas oleh Armin Kreiner—guru besar teologi fundamental pada Fakultas Teologi Katolik Universitas München—dalam bukunya (yang, sayang, baru tersedia dalam bahasa Jerman). Buku ini membahas tantangan bagi teologi Kristiani andaikata ternyata selain manusia ada makhluk berakal budi lain di alam raya.
........................................
Apakah Kreiner berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan teologis berat yang diajukannya sendiri? Inti masalahnya adalah bagaimana dua keyakinan berikut dapat dipersatukan. Pertama, bahwa kalau ada ETI di alam raya, mereka tidak kurang dicintai oleh Allah dari pada manusia bumi dan karena itu inkarnasi ilahi tidak mungkin merupakan kejadian hanya di planet bumi. Kedua, bahwa dalam manusia Yesus Allah mewahyukan diri sendiri secara unik dengan makna penyelamatan universal. Dan hal itu perlu dijawab tanpa jatuh ke dalam pluralisme relativistik àla Knitter, Hick dan Schmidt-Leukel di mana Yesus hanyalah salah satu dari pewahyuan diri Allah yang pada hakikatnya semua sama derajatnya. Kiranya Kreiner berhasil merumuskan tantangan. Ia menunjukkan arah pemecahannya, tetapi ia belum memecahkannya. Bisa diteliti apakah pemecahan dapat dicari ke arah pemikiran baru tentang Pan-en-teisme sebagai pola yang lebih cocok untuk memahami hubungan antara Sang Pencipta dan ciptaan, sebagaimana akhir-akhir ini diangkat oleh beberapa teolog (Herderkorrespondenz Spezial 2-2011). Yang jelas, kemungkinan adanya aliens menghadapkan teologi Kristiani dengan tantangannya yang barangkali paling berat, yang sampai sekarang pernah dihadapinya.
Sebagai catatan penutup, tetap benar bahwa probabilitas adanya ETI, melawan segala tulisan populer dan ilmiah (sampai sekarang), tetap minim! Probabilitas matematis bahwa di sebuah planet dengan kondisi-kondisi seperti bumi kita terjadi evolusi sampai ke kehidupan intelektual adalah kurang dari satu di antara 10100 (bdk. Erbrich, 1988, dll.). Kalaupun dalam setiap dari seluruh 1011 Bimasakti terdapat 10.000 planet mirip bumi, maka jumlah planet di alam raya yang kondisi-kondisinya mirip bumi adalah 1015. Jadi probabilitas adanya ETI tetap teramat rendah. Kemungkinan besar kita tidak pernah akan mengetahui apakah ada ETI. Selama itu pertimbangan-pertimbangan dramatis di atas bisa saja hanyalah sebuah permainan teologis, namun dengan daya tantang yang memang tinggi. (Franz Magnis-Suseno, Program Pascasarjana, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).
DISKURSUS applies the Creative Commons license (CC BY). We allow readers to read, download, copy, distribute, print, search, or link to the full texts of its articles and allow readers to use them for any other lawful purpose. The author must be aware that the article copyrights will be fully transferred to DISKURSUS if the article is accepted to be published in the journal. Once the manuscript has been published, authors are allowed to use their published article under DISKURSUS copyrights. Full information about CC BY can be found here: https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/