Joas Adiprasetya, An Imaginative Glimpse: The Trinity and Multiple Religious Participation, Introduction by Amos Yong, Eugene, Oregon: Pickwick, 2013, xiv+202 hlm.

  • Eddy Kristiyanto Program Studi Ilmu Teologi, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara

Abstract

Dalam pembacaan saya, karya yang sedang saya timang-timang ini tidak berlebihan jika diberi tajuk, “Belajar Mencipta Refleksi Ilmiah Teologis dari Joas Adiprasetya.” Oleh karena itu, pada tempat pertama, kepada Joas Adiprasetya saya menyampaikan proficiat atas dipublikasikannya hasil studi yang memahkotai ikhtiar menimba ilmu di School of Theology, Boston University, Massachusetts (USA), pada 2009 yang lalu. Studi formal Joas Adiprasetya bukan hanya sekedar selesai asal selesai, melainkan dengan kualifikasi maxima cum laude. Hal ini dapat ditilik dan dibuktikan dengan opus magnum yang sedang kita bicarakan hic et nunc.

Bagaimana tidak? Karya ini mengangkat ke permukaan dua tema besar, yang kemudian dijadikan fokus kajian dan perhatiannya. Kedua tema itu berkenaan dengan Trinitas dan Teologi Agama-Agama.

Di satu pihak, mengulas Trinitas tak ubahnya bagaikan mengawali perjalanan dalam kegelapan dan mengakhirinya dalam kegelapan. Pembicaraan tentang Trinitas mengesankan tidak semakin memperjelas pemahaman pembicara tentang Trinitas, apalagi memperjelas Trinitas pada dirinya sendiri. Trinitas tetap Trinitas. Titik. Ia tetap misteri.

Di lain pihak, manusia yang percaya telah (sedang dan akan) mengalami siapakah Trinitas dalam peri hidupnya. Jadi, ada semacam lubang yang memungkinkan manusia dalam keterbatasannya scapato via (lepas, melejit, melarikan diri) mencapai gugus tertinggi dalam puncak-puncak sekelebatan sinar yang barang kali imaginatif.

Akan tetapi kedua “kebenaran” itu sah. Artinya, dapat diverifikasikan dan dapat pula dipertanggungjawabkan secara ilmiah.  Oleh karena itu, sangat besar kekeliruan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang membuat kategorisasi baru, yang sangat bertentangan dengan akal sehat dan kebiasaan ilmiah, yakni memasukkan (ilmu) Teologi dalam rumpun ilmu Agama. Namun, apa mau dikata, para pengambil kebijakan di negeri ini akhir-akhir ini  seakan tidak pernah belajar dari ilmu, kecuali bagaimana mengakali agar kepentingan kelompok diakomodasi dengan imbalan uang. Justru, studi dan karya Joas Adiprasetya ini, di mata saya, dapat memperlihatkan kekeliruan dan kerancuan berpikir para anggota parlemen sekaligus Kementerian Agama Republik Indonesia.

Coba simak saja kajian Joas Adiprasetya dan lihat sendiri bagaimana tema teologis ini tidak bersangkut paut dengan “rumpun ilmu agama,” sebab studi ini bersifat keilmuan, “metapraksis” yang melampaui premis-premis agama sebagai suatu lembaga, yang tentu saja telah dibuktikan di Indonesia dapat dipolitisasi. Dalam studi Joas Adiprasetya ini, tak terbilang jumlah tokoh besar (dalam sejarah doktrin Kristen) yang mengulas, merefleksikan, meneliti, serta menulis dengan ketelitian yang mengagumkan dan ketajaman yang memukau, akan tetapi pada akhirnya sama gelapnya, dan yang lebih menakjubkan adalah jumlah orang percaya dan oleh karena itu mengalami tidak berkurang, bahkan sebaliknya. Itulah sebabnya Anselmus Canterburry menyatakan Credo ut intelligam; artinya, saya percaya supaya dengan itulah saya memahami.

 

...........

 

Joas Adiprasetya pun, dalam bidikan saya, menyenggol paradigma teologi tentang agama-agama di bawah istilah eksklusivisme, inklusivisme, and pluralisme. Seiring dengan perkembangan waktu, yang memperlihatkan bahwa teologi pun menganut asas semper reformanda et reformata sicut signum temporis (senantiasa membarui dan diperbarui seturut tanda zaman), maka dipopulerkan era pasca pluralisme. Dengan terminologi pasca pluralisme, sejumlah peristilahan yang pernah dikecam seperti sinkretisme, kafir (baca: bukan kita), murtad, proselitisme, dan lain sebagainya perlu ditinjau kembali. Di sini, Joas Adiprasetya melihat tersedianya lahan untuk berdialog, juga tentang Trinitas.

Tentu hal ini merupakan tantangan tersendiri jika “minoritas”—seperti Joas Adiprasetya—menawarkan kepada publik sebuah keterkaitan “niscaya” antara teologi tentang Trinitas dengan teologi tentang agama-agama. Ternyata Joas Adiprasetya yang kreatif berhasil menyingkapkan kata kunci yang dapat berlaku umum, yaitu sosial untuk kemudian masuk dalam the great design, yakni misteri perichoresis.

Tidak tanggung-tanggung, Joas Adiprasetya menyihir para pembaca dengan ungkapan magis yang diturunkan dari Leonardo Boff, “The holy Trinity is our social program” (Nicolas Federov dikutip oleh Boff dalam “Trinity” dalam Systematic Theology: Perspectives from Liberation Theology, hlm. 78). Meski demikian, hal itu tidak berarti Saudara Joas Adiprasetya sedang tidak menyimpan bom waktu, sebab relasi sosial yang diterapkan dalam signifikansi perichoresis dapat melahirkan suatu cara pandang yang menyamakan saja antara Sang Alpha dan Omega dengan makhluk ciptaan; dan hal ini salah satu butir notasi tentang Teologi Pembebasan, yang sepenuhnya didukung oleh Leonardo Boff.

Sekali lagi, dengan memanfaatkan senjata pamungkas dari para teolog kenamaan tersebut (Raimundo Panikkar, Gavin D’Costa, Mark Heim, yang masing-masing menggunakan person-, nature-, reality-perichoresis), Joas Adiprasetya berhasil mengeksplorasi dan menemukan seberkas cahaya terang, yang ternyata sejalan dengan penemuan Richard Kearney (Allah yang mungkin ada) dan Jürgen Moltmann (Trinitas terbuka). Sampai di sini, Joas Adiprasetya dapat menawarkan temuannya sebagai suatu bentuk teologi Indonesia!

Akhirnya, karya ini tidak sesederhana, tidak sesingkat Daftar Isi (hlm. vii), sebab penelusuran Joas Adiprasetya mengalir sampai jauh, sampai saling merasuki pribadi-pribadi tanpa melebur menjadi satu, tanpa menghilangkan identitas, justru karena prinsip perichoretik itu bersatu tanpa saling meniadakan. Karya Ketua Sekolah Tinggi Teologia Jakarta ini merupakan salah satu model unggul berteologi dalam konteks dan ranah multipluralisme, yang diakui dan dipuji di Indonesia, namun tidak banyak dipraktikkan. (A. Eddy Kristiyanto, Program Studi Teologi, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta).

How to Cite
Kristiyanto, E. (1). Joas Adiprasetya, An Imaginative Glimpse: The Trinity and Multiple Religious Participation, Introduction by Amos Yong, Eugene, Oregon: Pickwick, 2013, xiv+202 hlm. DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA, 13(2), 276-282. https://doi.org/10.36383/diskursus.v13i2.86