Pemikiran Hannah Arendt Mengenai Kekerasan Dalam Kekuasaan

  • Yeremias Jena Departemen Etika, Fakultas Kedokteran, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Abstract

Abstract: Hannah Arendt rejects the idea that violence is a justified means of defending democratic power. For her, violence can only be justified as “a last resort” to combat anarchists and dissidents who oppose demo- cratic power. This article shows that exercising democratic rule in a polis supported by the use of violence as a last resort, on the one hand, may lead to a tyranny of the majority, given the fact that the democratic political discourse is determined mostly by those with a certain level of education, economic circumstances, social status, and a wide access to information; and, on the other hand, the use of violence as a last resort could become the ground for the state to repress its people in the name of national security. This article maintains the position that the combination of participatory democracy proposed by Hannah Arendt and the cons- titutional democracy commonly practiced today can overcome the danger of a tyranny of the majority as well as prevent the abuse of power by a democratic ruler.

 

Keywords: Violence, power, democracy, polis, speech, action, public discourse.

 

Abstrak: Menurut Hannah Arendt, kekerasan tidak dapat dibenarkan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan yang demokratis. Kekerasan hanya dapat dibenarkan sebagai “pertahanan terakhir” dalam menghadapi para pengacau dan pembangkang kekuasaan demokratis. Artikel ini menunjukkan bahwa, di satu pihak, kekuasaan demokratis dalam sebuah polis yang didukung oleh praktik kekerasan yang sah sebagai pertahanan terakhir justru berbahaya karena dapat menciptakan tirani mayoritas, mengingat bahwa diskursus politik yang demokratis sebagai watak utamanya kerap kali lebih ditentukan oleh para peserta dari tingkat pendidikan, keadaan ekonomi, status sosial tertentu, dengan akses luas terhadap informasi. Di lain pihak, penggunaan kekerasan sebagai “pertahanan terakhir” dapat menciptakan kesewenang- wenangan negara dalam menindas rakyatnya atas nama keamanan nasional. Artikel ini mempertahankan posisi bahwa gabungan antara demokrasi partisipatoris sebagaimana diusulkan Hannah Arendt dan demokrasi konstitusional yang lazim dipraktikkan dewasa ini dapat menjadi jalan keluar dalam mengatasi bahaya tirani mayoritas sekaligus mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pemegang kekuasaan yang demokratis.

 

Kata-kata Kunci: Kekerasan, kekuasaan, demokrasi, polis, perkataan, tindakan.

Published
2011-11-14
How to Cite
Jena, Y. (2011). Pemikiran Hannah Arendt Mengenai Kekerasan Dalam Kekuasaan. DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA, 10(2), 166-190. Retrieved from https://driyarkara.ac.id/jurnal-diskursus/index.php/diskursus/article/view/190