Brian Thomas Swimme and Mary Evelyn Tucker, Journey of the Universe, New Haven: Yale University Press, 2011, xi+175 hlm.
Abstract
Buku ini dikarang untuk pembaca “awam” (seperti saya) oleh dua ilmuwan yang masing-masing sudah memiliki nama tersendiri karena banyak publikasi: Brian Thomas Swimme, seorang profesor kosmologi evolusioner di San Francisco, dan Mary Evelyn Tucker, seorang lektor dalam bidang studi lingkungan hidup di Yale, New Haven. Diilhami oleh mentor dan sahabat mereka, almarhum geolog dan teolog Thomas Berry, mereka bersama-sama menyusun suatu “kisah (epos) tentang munculnya alam semesta dan berkembangnya komunitas hidup, dengan menawarkan suatu visi baru tentang cara kita dapat menumbuhkan semangat komunitas bumi.” (cover).
Bab 1-4 mengisahkan kurang lebih sembilan milyar tahun perkembangan alam semesta, mulai dari Big Bang, eksplosi terang dan materi yang senantiasa meluas dan melalui suatu proses kreatif menggembleng materi yang kemudian akan menjadi miliaran galaksi. Dengan bahasa yang umumnya non-teknis, dan sangat indah, disertai dengan kepekaan terhadap tradisi-tradisi bangsa-bangsa manusia yang bermenung tentang alam raya, para pengarang berhasil menampilkan deretan kejadian yang dahsyat dan jauh itu menjadi suatu proses yang terasa menyangkut kita juga. Fokus mereka pada proses pembentukan bintang-bintang serta eksplosi-eksplosi bintang yang, baru sesudah 8-9 miliar tahun, memunculkan solar system kita, yakni matahari dengan planet-planet di sekitarnya, khususnya bumi kita yang mengalami suatu proses penyejukan dan pemadatan yang unik. Dalam proses jutaan tahun terbentuk atmosfir di sekitar bumi dan lautan-lautan yang menutupi sebagian besar permukaannya. Dengan energi yang berasal dari terang matahari dari jarak yang menguntungkan, dipersiapkan pentas untuk suatu tahap baru yang menakjubkan: munculnya hidup di bumi.
....................
Dalam bab 10-11 para pengarang mencari jalan keluar dari ketidak-seimbangan destruktif yang telah terjadi di bumi. Mereka mempermasalahkan pemikiran materialistis deterministis yang sejak Galileo, Newton, Descartes, dan lain-lainnya, menyerahkan materi yang dianggap mati begitu saja kepada kontrol manusia yang berakal budi. Apakah materi memang sepasif seperti dipikirkan filsafat itu? Kita sekarang dapat melihat dari miliaran tahun pembentukan alam semesta bagaimana di dalam materi pun ada dinamika mengatur diri (self organizing) dengan cara-cara yang tidak dapat diprediksi. Di tengah proses besar yang penuh kreativitas ini umat manusia ditantang mencari tempat dan perannya ke depan. Seperti bintang-bintang dan lautan-lautan telah memberi sumbangan tersendiri untuk jagat raya dan bumi, demikian juga miliaran manusia—sebagai garis depan evolusi sekarang—akan dapat membantu membuka jalan bagi sesuatu yang kini belum dapat diduga, asalkan manusia mau melepaskan genggaman kontrolnya atas yang lain dan dengan sikap kekaguman mau menjadi bagian dari komunitas bumi dan menyelaraskan diri dengan iramanya
Ini cuma beberapa benang dari sebuah buku yang sangat kaya, inspiratif, dan mampu mengubah pandangan pembaca. Menurut hemat saya, buku ini juga secara mendalam bersifat religius, kendati tidak meminjam bahasa agama apapun. Kalau belum ada teerjemahannya dalam bahasa Indonesia, hendaknya diadakan terjemahan tersebut, dan bila mungkin dengan tetap menjaga keindahan bahasanya. (Martin Harun, Guru Besar Teologi emeritus, Sekolah Tingi Filsafat Driyarkara,Jakarta).

DISKURSUS applies the Creative Commons license (CC BY). We allow readers to read, download, copy, distribute, print, search, or link to the full texts of its articles and allow readers to use them for any other lawful purpose. The author must be aware that the article copyrights will be fully transferred to DISKURSUS if the article is accepted to be published in the journal. Once the manuscript has been published, authors are allowed to use their published article under DISKURSUS copyrights. Full information about CC BY can be found here: https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/